TELAH TERLAKSANA GANESHA CULTURE FEST
5 November 2024Tumpek Krulut, Hari Kasih Sayang Versi Bali
9 November 2024Indonesia adalah negara hukum sejalan dengan ketentuan pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Yang mana segala penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada hukum. Selain itu konstitusi juga dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Dengan demikian, untuk menentukan jalannya penyelenggaraan negara, partisipasi rakyat harus dikedepankan, terutama dalam konteks pemilihan para penyelenggara negara melalui pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. UUD 1945 juga mengamanatkan pada pasal 18 ayat (4) mengatur bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Penyelenggaraan negara yang demokratis adalah penyelenggaraan negara yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sejalan pula dengan adagium vox polupi vox dei. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Indonesia sebagai negara hukum maka dalam menjalankan pesta demokrasi harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Hukum positif kita melalui Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 sebagaimana terakhir diubah dengan undang-undang nomor 6 tahun 2020 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang, pada pokoknya mengatur bahwa pejabat BUMN/BUMD, TNI/Polri, aparatur sipil negara dan kepala desa harus netral dalam pelaksanaan kampanye dalam Pilkada. Netralitas aparat menjadi hal fundamental yang harus ditegakkan dalam negara demokrasi dan nomokrasi. Namun faktanya memang masih terdapat sejumlah problematika dalam konteks penegakan netralitas aparat dalam pemilihan kepala daerah.
Landasan Yuridis Netralitas Aparat dalam Pilkada
Pasal 1 ayat 3 Konstitusi UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum (rechtstaat), pelaksanaan Pemilihan kepala daerah harus berjalan sesuai koridor hukum. Melalui Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 sebagaimana terakhir diubah dengan undang-undang nomor 6 tahun 2020 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang, pada Pasal 70 (1) mengatur bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
- pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
- aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
- Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Pasal 71 (1) Undang-undang yang sama juga mengatur bahwa Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
Sanksi Bagi Aparat yang Melanggar Netralitas
Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang, pada pasal 188 mengatur bahwa Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 ( satu ) bulan atau paling lama 6 ( enam ) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 ( enam ratus ribu rupiah ) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Urgensi penegakan Netralitas Aparat dalam Pilkada
Untuk menjaga prinsip netralitas dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara bersih berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang konstitusional dan hukum positif yang berlaku, bahwa penegakan netralitas aparat menjadi hal yang penting untuk ditegakkan. Bahwa netralitas aparat menjadi penentu demokrasi dalam konteks ini pemilihan kepala daerah berjalan secara konsekuen dengan hukum yang berlaku di negara kita.
Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
Sebanyak 545 daerah di Indonesia melakukan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah dengan 415 kabupaten serta 93 kota dan 37 provinsi. Dalam pesta demokrasi ini, Provinsi Bali dan kabupaten Buleleng menjadi daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun 2024 ini. Terkhusus di kabupaten Buleleng, pada tanggal 21 september 2024 Diadakan deklarasi netralitas aparat kepala desa dan lurah sebagaimana dikutip dari PPID Kabupaten Buleleng.
Deklarasi netralitas aparat ini harus dipertanggungjawabkan oleh para aparat dalam menjaga netralitasnya dan bagi bawaslu untuk menegakkan hukum mengenai netralitas aparat ini. sehingga dengan demikian, deklarasi netralitas tidak hanya sebagai slogan belaka dan norma dalam Undang-undang tentang Pemilihan kepala daerah tidak hanya menjadi pasal-pasal sebagai formalitas belaka, namun hal ini harus menjadi landasan dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah secara demokratis dan sejalan dengan prinsip netralitas.
Saran
Netralitas aparat dalam pemilihan kepala daerah harus menjalankan prinsip-prinsip pemilihan secara demokratis. Aparat negara sebagaimana diamanatkan oleh Hukum positif yakni Undang-undang untuk bersifat netral, dan sejalan dengan deklarasi netralitas aparat khususnya di Buleleng sebagaimana dikutip dari PPID Kabupaten Buleleng dijalankan secara konsekuen. Sehingga netralitas aparat dalam pemilihan kepala daerah di tahun 2024 ini bukan sekedar slogan, melainkan harus dijalankan secara konsekuen.