Tragedi Semanggi II
28 September 2024Tutorial Mengajukan TTE di SSO Undiksha
28 September 2024Latar Belakang
Pada tanggal 23-30 September 2019, tepat 5 tahun yang lalu, gedung DPR RI menjadi saksi bisu terjadinya aksi bertajuk #ReformasiDikorupsi. Aksi ini merupakan seruan mahasiswa setelah reformasi tahun 1998. Pada demonstrasi tersebut, mahasiswa dari berbagai penjuru berkumpul dan menyatukan tekad untuk menuntut pembatalan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) serta menolak pengesahan rancangan undang-undang (RUU) yang dianggap bermasalah.
Mosi tidak Percaya kepada DPR
Para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR. Mosi ini disampaikan lantaran parlemen tidak menggubris kritikan masyarakat terkait revisi UU KPK, yang pada akhirnya disahkan oleh DPR. Mahasiswa dan masyarakat merasa bahwa pengesahan UU KPK ini menandakan bahwa reformasi telah dikorupsi. Mahasiswa juga mengkritik DPR yang menutup telinga terhadap tuntutan penundaan pengesahan RKHUP. Penolakan yang dilakukan terhadap revisi UU KPK serta beberapa RUU, seperti Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertahanan, dan RUU Mineral dan Batubara (MinerBa), sudah sering disuarakan oleh masyarakat dan elemen masyarakat sipil.
Namun, semua masukan dari publik tersebut tidak digubris. Bahkan, anggota DPR meremehkan suara mahasiswa dengan menolak untuk menemui massa mahasiswa yang menggelar aksi damai pada Kamis, 19 September 2019.Tak heran jika kemarahan mahasiswa akhirnya memuncak. Protes tidak hanya terjadi di jalanan, tetapi juga disampaikan melalui media sosial dengan tagar #ReformasiDikorupsi yang ramai digunakan di berbagai platform.
( Kronologi ): Menjadi aksi nasional dan di warnai kerusuhan
Awalnya, aksi #ReformasiDikorupsi hanya terjadi di Jakarta, namun kemudian berkembang menjadi aksi nasional. Serangkaian aksi yang berlangsung dari tanggal 23-30 September 2019 ini terjadi di berbagai kota besar di Indonesia, seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Medan, Semarang, Bandung, Denpasar, Kendari, Tarakan, Samarinda, Banda Aceh, dan Palu. Aksi nasional tersebut juga mengangkat tujuh tuntutan.
Tujuh Poin Tuntutan Demonstran
- Cabut dan kaji ulang RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertahanan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Sumber Daya Air (SDA); Terbitkan Perppu KPK; Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT).
- Batalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR.
- Tolak TNI-Polri menempati jabatan sipil.
- Hentikan militerisme di Papua dan daerah lain; Bebaskan tahanan politik Papua segera; Buka akses jurnalis di Tanah Papua.
- Hentikan kriminalisasi aktivis dan jurnalis.
- Hentikan pembakaran hutan serta cabut izin perusahaan pelakunya.
- Usut pelanggaran HAM; Adili pejabat HAM yang duduk di lingkaran kekuasaan; Pulihkan hak-hak korban secepatnya.
Rangkaian aksi tersebut pun diwarnai kericuhan antara aparat dan para demonstran. Banyak video yang beredar di media sosial menunjukkan dengan jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan, dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.
Korban dari aksi Demonstran
Dari aksi tersebut, banyak korban yang muncul akibat tindakan represif aparat. Di Jakarta, sekitar 90 demonstran dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), di mana tiga di antaranya mengalami luka serius yang membutuhkan perawatan intensif. KONTRAS melaporkan bahwa aksi kebrutalan tersebut menyebabkan lima orang massa aksi meninggal dunia, di antaranya Immawan Randi, Yusuf Kardawi (mahasiswa Universitas Halu Oleo), Maulana Suryadi (pemuda asal Tanah Abang), serta dua pelajar, Akbar Alamsyah dan Bagus Putra Mahendra.
Penyelesaian
Akibat dari kekerasan tersebut, mahasiswa dan buruh memberikan satu tuntutan tambahan, yaitu pemerintah harus bertanggung jawab atas korban luka dan meninggal dalam aksi pada tanggal 23-30 September 2019 serta aktivis pro-demokrasi yang dikriminalisasi. Mereka menuntut pembentukan tim penyelidikan independen di bawah naungan KOMNAS HAM.
Pesan
Cita-cita reformasi salah satunya adalah pemberantasan korupsi. Melakukan pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Dalam konteks ini, para demonstran telah memperjuangkan salah satu cita-cita reformasi dengan menolak pengesahan revisi UU KPK. Namun, aksi demonstrasi mereka tidak didengar dan malah mendapat kekerasan dari aparat. Padahal, pemerintah dan DPR harus mendengarkan aspirasi rakyat sebagai perwujudan demokrasi, dan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara tanpa terkecuali. Oleh karena itu, tugas pemerintah dan negara adalah menjamin tercapainya pemberantasan korupsi yang optimal, memperkuat KPK, serta pembuatan dan penegakan hukum yang adil, yang menghormati kebebasan menyampaikan pendapat bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali.
Referensi
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/20/10420161/menilik-kembali-aksireformasidikorupsi-dua-tahun-lalu?page=all
Bachtiar, H., & Mahfud, A. (2020). Reformasi Dikorupsi: Protes Mahasiswa dan Rakyat 2019
Melawan Pelemahan KPK. Jurnal Sosial Politik, 6(2), 129-146.
Setara Institute. (2019). Laporan Reformasi Dikorupsi: Analisis Aksi Mahasiswa September 2019.
Jakarta: Setara Institute.
Yusuf, A. (2019). Protes ‘Reformasi Dikorupsi’: Mobilisasi Mahasiswa dan Dampaknya pada
Politik Indonesia. Indonesian Political Review, 4(2), 187-205